Sudah ratusan tahun Bangsa Indonesia berada di bawah kekuasaan Belanda dan bangsa Eropa lainnya. Rakyat Indonesia hidup dalam penderitaan, kemiskinan, dan kemelaratan, di tanah airnya yang kaya akan alam yang melimpah. Rakyat Indonesia digambarkan sebagai “Ayam yang tidur di atas padi, tapi mati kelaparan” atau “Itik yang berenang di atas air, tapi mati kehausan”. Bangsa Belanda yang sudah menginjakkan kakinya di Indonesia sejak abad ke 16 itu benar-benar membuat Bangsa Indonesia menderita. Sebenarnya, sejak masih jaman kerajaan, rakyat Indonesia sudah melakukan perlawanan dengan dipimpin raja masing-masing daerah. Tapi perlawanan yang dilakukan bersifat kedaerahan sehingga hal tersebut tidak dapat memukul mundur tentara Belanda dari tanah Indonesia.
Pada masa penjajahan, rakyat Indonesia tidak diberikan ilmu sedikitpun. Rakyat Indonesia hidup dalam kebodohan, kemelaratan, dan keterbelakangan. Namun, di kalangan Belanda ternyata ada segelintir orang yang berhati mulia. Mereka adalah, Baron Van Hoevel, Frans Van Deputte, dan Mr. C.T. Van Deventer. Ketiga tokoh ini menganjurkan “Politik Etika”, yaitu politik balas budi. Menurut Van Deventer, Pemerintah Belanda harus memperhatikan tiga hal penting bagi bangsa Indonesia, yaitu:
- Irigasi atau pengairan
- Transmigrasi, yaitu pemindahan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang lebih sepi atau berpenduduk sedikit
- Pendidikan dan pengajaran
Ketiga hal tersebut akhirnya dijalankan oleh pemerintah Belanda, tetapi tidak bertujuan untuk
Memakmurkan bangsa, melainkan untuk kepentingan kaum penjajah sendiri. Irigasi, jalan raya, sekolah, stasiunpun dibangun, tetapi semua itu tidak dapat digunakan oleh orang Indonesia secara mudah. Semua fasilitas tersebut disediakan untuk kaum Belanda sendiri. Orang Indonesia tidak dapat sembarangan menggunakannya. Rakyat Indonesia yang bersekolah di sekolah tersebut mendapatkan diskriminasi, berupa perlakuan dan pelayanan berdasarkan warna kulit. Orang kulit putih lebih diutamakan dari pada orang berkulit berwarna seperti orang Indonesia. Sekolah-sekolah yang dibangun juga hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan. Bagi anak-anak desa, dibangun Sekolah Desa. Lama belajarnya adalah 3 tahun. Tujuan dari sekolah tersebut sangat sederhana, yaitu sekedar dapat membaca, menulis, dan berhitung.
Akhirnya, pada tahun 1908, tepatnya pada 20 Mei, para anak bangsawan Indonesia yang telah terdidik mulai membentuk sebuah persatuan secara nasional. Budi Utomo, sebuah organisasi yang didirikan oleh Dr. Wahidin Sudiro Husodopun berdiri. Hal tersebut menandakan dimulainya jama pergerakan nasional. Rasa nasionalisme mulai tumbuh di dalam diri bangsa Indonesia. Begitu pula para pemuda Indonesia.
Awal mulanya, para pemuda Indonesia lebih akrab jika bergaul dengan pemuda-pemuda sedaerahnya. Mereka merasa senasib, seasal-usul, dan sepenanggungan. Orang Batak merasa seasal-usul dengan orang Batak, orang Minang merasa seasal-usul dengan orang Minang, begitu pula pemuda Ambon, Menado, Bugis, dan lain-lain. Pada masa itu, nasionalisme belum menjadi sesuatu yang nyata. Kata Indonesia sendiri belum terlalu dikenal, jadi tidak mengherankan kalau organisasi atau perkumpulan pemuda pada waktu itu masih bersifat kedaerahan. Beberapa organisasi pemuda yang berdiri saat itu ialah :
1. TRI KORO DARMO
Organisasi ini didirikan pada 9 Maret 1915 di Jakarta atas inisiatif para pemuda seperti Satiman, Kadarman, dan Sunardi. Organisasi ini merupakan organisasi pemuda pertama di Indonesia. Tri Koro Darmo berarti Tiga Tujuan Mulia, yaitu Sakti, Budi, dan Bakti. Organisasi berawal dari anak-anak sekolah menengah dari Jawa Madura yang bersekolah di Jakarta. Pada tahun 1918, nama Tri Koro Darmo diganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) sehingga anggotanya terbuka bagi seluruh pemuda Jawa termasuk dari Jawa Barat.
Organisasi ini mempunyai asas dan tujuan, yaitu:
- Menimbulkan pertalian di anatar murid-murid bumiputera dan sekolah-sekolah menengag dan kursus kejuruan
- Menambah pengetahuan umumbagi anggotanya
- Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan kebudayaan Hindia
2. JONG SUMATRANEN BOND
Jong Sumatranen Bond berdiri pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta. Organisasi ini didirikan oleh para pemuda pelajar yang berasal dari Pulau Sumatera. Seperti juga Tri Koro Darmo, Jong Sumatranen Bond juga didirikan di Gedung STOVIA Jakarta.
Tujuan dari organisasi ini adalah mempereratr hungungan dan persaudaraan antara oemuda-pemuda pelajar yang berasa dari Sumatera. Dalam kegiatannya, Jong Sumatra berusaha mendidik para pemuda yang berasal dari Sumatera untuk menjadi pemimpin bangsa. Kepada pemuda ditanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan sendiri. Dalam waktu singkat berdiri cabang-cabang JOng Sumatra di berbagai kota, seperti Bogor, Bandung, Padang, Bukittinggi, dan lain-lain. Tokoh-tokoh Jong Sumatranen Bond adalah Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, M. Tamsil, Bahder Johan, Assaat, Abu Hanifah, Adnan Kapau Gani, dan lain-lain
3. JONG MINAHASA
Pemuda-pemuda Minahasa dari Sulawesi Utara tidak mau ketinggalan. Pada tahun 1918, mereka mendirikan perkumpulan pemuda yang terkenal dengan nama Jong Minahasa atau pemuda Minahasa. Maksud dan tujuan organisasi ini adalah menggalang dan mempererat persatuan dan tali persaudaraan di kalangan para pemuda pelajar yang berasal dari Minahasa. Tokoh Minahasa antara lain adalah, G.R Pantouw.
4. JONG CELEBES
Jong Celebes adalah organisasi pemuda yang menghimpun para pemuda pelajar yang berasal dari Selebes atau Pulau Sulawesi. Maksud dan tujuannya ialah mempererat rasa persatuan dari tali persasudaraan di kalangan pemuda pelajar yang berasal dari Pulau Sulawesi. Tokoh-tokohnya misalnya Arnlod Monotutu, Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta (yang kemudia dikenal dengan Ibu Sukanto, Kepala Kepolisian Wanita Negara RI pertama).
5. Dan lain-lain
Masih banyak organisasi pemuda lainnya, seperti Islamieten bond (1924), Jong Ambon, Sekar Rukun dan Pemuda Kaum Betawi, dll. Semua organisasi tersebut masih bersifat kedaerahan.
Kongres Pemuda I
Para pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi pemuda seperti Pemuda Indonesia dan Perhimpunan Indonesia sangat mendambakan adanya nasionalisme di golongan para pemuda. Mereka menginginkan agar organisasi yang bersifat kedaerahan yang ada melebur menjadi satu perkumpulan atau organisasi yang bersifat nasional. Keinginan itu belum dapat terwujud karenamasih adanya kalangan pemuda yang menganggap masih perlu adanya organisasi yang bersifat kedaerahan.
Dalam keadaan yang demikian itu, maka pada tanggal 30 April sampai 2 Mei 1926, di Jakarta diadakan suatu Kerapatan Besar Pemuda-Pemuda Indonesia. Sejarah mencatat bahwa Kerapatan Besar Pemuda-Pemuda Indonesia itu biasa disebut Kongres Pemuda I.
Kongres Pemuda ini dihadiri oleh wakil-wakil organisasi pemuda seperti Jong Java (1915), Jong Sumatranen Bond (1917), Jong Islamieten bond (1924), Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, dll.
Tujuan dari diadakannnya Kongres Pemuda I ialah untuk membentuk perkumpulan pemuda yang satu, dengan maksud:
- Memajukan paham persatuan dan kebangsaan
- Mempererat hunbungan antara semua perkumpulan kebangsaan
Dalam kongres itu pemuda-pemuda dianjurkan untuk menempatkan nasionalisme dan persatuan di atas kepentingan pribadi, agama, golongan, agama, dan suku.
Kongres Pemuda I belum dapat menghasilkan suatu keputusan yang dapat memepersatukan para pemuda-pemuda Indonesia secara nasional. Walaupun begitu, kongres ini telah menambah rasa cinta tanah air yang tinggi pada diri para pemuda Indonesia. Karena itu, para pemuda tersebut tidak menyerah begitu saja. Mereka berencana mengadakan Kongres Pemuda yang kedua.
Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda I belum berhasil mendirikan suatu organisasi pemuda yang bersifat nasional, namun para pemuda tidak patah semangat. Mereka mengadakan Kongres Pemuda untuk kedua kalinya. Pada bulan Juni 1928, dibentuklah sebuah panitia untuk Kongres Pemuda II. Susunannya adalah:
Ketua : Sugondo Joyopuspito
Wakil Ketua : Joko Marsaid
Sekertaris : Muh Yamin
Bendahara : Amir Syarifuddin
Kongres Pemuda II dimulai pada tanggal 27 Oktober 1928. Rapat pertama diselenggarakan di Gedung Katholieke Jongelingen Bond di Lapangan Banteng.
Rapat kedua diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 1928 pukul 08.00 sampai pukul 12.00 bertempat di Gendung Oost Java Bioscoop (sekarang Jln. Medan Merdeka Utara nomor 14).
Rapat ketiga diselenggarakan tanggal 28 Oktober 1928 pukul 17.30 bertempat di Gedung Indonesia Clubhuis Jl. Kramat Jaya 106 Jakarta (sekarang disebut Gedung Sumpah Pemuda).
Dalam Kongres Pemuda II ini hadir kurang lebih 750 orang utusan dari berbagai organisasi pemuda seperti Jong Java (1915), Jong Sumatranen Bond (1917), Jong Islamieten bond (1924), Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, dll.
Kongres Pemuda II berjalan lebih baik dari yang pertama. Ditambah lagi seruan Sugondo, “Perangilah Pengaruh Bercerai-berai dan majulah terus kearah Indonesia bersatu yang kita cintai”.
Pemerintah Belanda yang mendengar betapa bersemangatnya para pemuda yang tergabung dalam Kongres tersebut, maka Kongres tersebut diawasi ketat oleh para tentara Belanda.
Pidato dilakukan oleh beberapa orang. Diantaranya, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, yang berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Pada saat istirahat, seorang pemuda yang berprofesi sebagai seorang wartawan dan musisi, W.R. Supratman, meminta ijin kepada Sugondo untuk memperdengarkan lagu ciptaannya yang berjudul “Indonesia Raya”. Sugondo, selaku ketua Kongres, sangat kagum dengan isi lagu tersebut. Setelah mendapat ijin dari ketua siding, W.R. Supratman memperdengarkan lagu Indonesia Raya di depan para hadirin yang datang. Lagu Indonesia Raya diperdengarkan dengan biola. Hari itulah, lagu Indonesia Raya pertama kalinya diperdengarkan di hadapan umum.
Akhirnya, pada akhir Kongres tersebut, lahirlah sebuah sebuah sumpah dan pernyataan oleh para pemuda yang lebih dikenal dengan “SUMPAH PEMUDA”.
ISI SUMPAH PEMUDA:
Pertama : Kami Putera dan Puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua : Kami Putera dan Puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami Putera dan Puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Isi sumpah tersebut berintikan SATU NUSA, SATU BANGSA, dan SATU BAHASA. Inilah yang selalu menjiwai pemuda-pemudi bangsa Indonesia dalam merebut dan memeprtahankan serta mengisi kemerdekaan Indonesia.
Kongres Pemuda dipelopori oleh beberapa pemuda, antara lain Mr. Muhammad Yamin, Wongso Negoro, Kuncoro Purbopranoto, dan teman-teman lainnya.
Dewasa ini, semangat pemuda Indonesia akan nasionalisme sudah mulai memudar. Pemuda Indonesia lebih memilih menggunakan produk-produk luar negeri. Pemuda Indonesia akan merasa sangat bangga jika mereka dapat menggunakan produk-produk luar negeri. Mereka sudah mulai melupakan budaya Indonesia yang sangat agung. Mereka juga mulai melakukan kebiasaan-kebiasaan bangsa lain yang kurang cocok dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Sebenarnya, apa yang terjadi di jaman sekarang ini? Mengapa pemuda-pemuda Indonesia sudah tidak lagi seperti pemuda-pemuda Indonesia tahun 1928 yang mempunyai rasa nasionalisme dan rasa juang yang tinggi?
Pada jaman sekarang, di era globalisasi ini, dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, para pemuda Indonesia kebanyakan sudah mulai terkena dampak buruknya. Sebenarnya, kemajuan teknologi yang pesat itu baik, hanya saja, tetap membawa dampak buruk bagi orang-orang yang tidak kuat iman dan kepribadiannya. Di internet apapun dapat dilakukan. Kita dapat mengetahui banyak informasi dari seluruh dunia di internet. Kita juga dapat melakukan transaksi jual beli. Tapi, kitapun dapat melakukan kejahatan melalui internet. Misalnya, hacker dan cracker dapat merusak atau menyusup situs seseorang atau sebuah perusahaan. Mereka dapat pula mengambil sejumlah uang dari account bank seseorang. Hal tersebut dapat merugikan orang lain. Internet sendiri sekarang sedang popular di kalangan para pemuda. Karena itu, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, supaya para pemuda Indonesia tidak melakukan hal tersebut, maka dibutuhkan bimbingan orang tua dan penguatan iman dengan pelajaran agama.
Selain internet, yang sangat berpengaruh adalah adanya kebudayaan-kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia, dan mempengaruhi para pemuda Indonesia. Tidak semua dari kebudayaan tersebut sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Tetapi, pemuda sekarang kebanyakan tidak mempedulikan hal tersebut. Mereka mempraktekkan semua budaya-budaya asing yang masuk. Apalagi sekarang ada istilah “gaul” yang membuat persebaran budaya asing di kalangan pemuda Indonesia semakin cepat. Banyak kebiasaan-kebiasaan asing yang masuk ke Indonesia, misalnya pergi ke kafe, break dance, gaya pakaian sehari-hari, dan lain sebagainya. Budaya asing yang masuk ke Indonesia, yang kurang sesuai dengan pribadi Indonesia misalnya kebiasaan minum minuman keras. Cara penyebaran budaya itu misalnya, seorang siswa SMA minum-minuman keras. Lalu dia menawari teman-temannya. Teman-temannya yang tidak mau mencoba minuman keras, akan dikatakan “tidak gaul” atau dengan banyak istilah lainnya. Merek juga akan memaksa teman-temannya untuk minum. Hal yang sama terjadi pada kelompok lain, lain, dan lainnya lagi. Akhirnya budaya minum minuman keras sudah masuk ke Indonesia. Sebenarnya, budaya miras itu sendiri bukan budaya yang buruk. Di luar negeri, miras digunakan untuk menghangatkan tubuh. Sedangkan saat miras itu masuk ke Indonesia, terjadilah penyalahguaan terhadap miras. Miras digunakan untuk menghilangkan stress. Miras digunakan untuk mabuk-mabukan dan lain sebagainya.
Mengenai budaya, masih ada hal yang sangat mempengaruhi pribadi pemuda Indonesia sekarang. Misalnya animasi dan komik Jepang, atau yang lebih sering disebut anime dan manga. Anime dan manga Jepang sekarang sudah menjadi sesuatu yang benar-benar dikenal di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pemuda Indonesia juga banyak yang menyukai anime dan manga. Apa yang membuat anime dan manga begitu digemari? Menurut saya, anime dan manga Jepang memiliki cerita yang tidak ruwet. Penggambaran tokoh-tokohnyapun menarik dan dapat membuat seorang pembaca manga terkesan atau “nge-fans” dengan tokoh dari anime atau manga tersebut. Sebenarnya, Indonesia sendiri memiliki beberapa judul komik yang dulu sempat popular. Misalnya, Gundala Putera Petir dan Godam. Baru ini, Godam dibuat kembali dengan cerita yang baru, Godam Reborn. Tapi, saat mmembacanya, saya dapat memahami, mengapa pemuda Indonesia lebih memilih anime dan manga Jepang. Komik Godam Reborn isinya kurang mendidik, karena disertai dengan banyak hal-hal yang seharusnya belum boleh diketahui oleh anak-anak, serta banyak kata-kata kotor yang diucapkan para tokoh-tokohnya. Dalam hal ini, pemerintah dapat disalahkan. Pemerintah tahun 60-70an dahulu, sangat mendukung adanya pembuatan komik-komik local dengan cerita yang menarik. Anak-anak tahun 60-70an dapat menyukai komik-komik local itu. Pemerintah juga membatasi barang-barang impor dari Negara lain. Sehingga, komik-komik tersebut dapat disukai. Pemerintah juga mendukung para komikus tersbut untuk menghasilkan karya-karya terbaik mereka yang tentu saja isinya mendidik.
Di jaman sekarang, pemerintah terus-terusan memasukkan benda-benda impor yang sekiranya dapat menjatuhkan produksi dalam negeri. Memang, Indonesia belum dapat membuat banyak barang untuk memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi dalam hal hiburan seperti komik, pemerintah harus lebih memperhatikan. Komik dan animasi bukanlah hal sepele. Kedua hiburan tersebut dapat benar-benar memepengaruhi kebudayaan sebuah bangsa. Misalnya, pada manga Jepang, banyak diceritakan tentang kebudayaan di Jepang, bahasa Jepang, pakaian Jepang, dan lain sebagainya. Akhirnya, tidak hanya di Indonesia, bahkan diseluruh dunia, budaya Jepang dikenal dengan begitu baik, bahasa Jepang dipelajar, dan Jepang menjadi sebuah Negara yang dingin dikunjungi oleh para otaku (penggemar anime dan manga) tersebut.
Pada Sumpah Pemuda yang ketiga, dikatakan bahwa para pemuda akan menjujung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Tapi apa yang terjadi di jaman sekarang ini? Banyak bahasa-bahasa baru yang muncul. Orang juga lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia. Banyak bahasa baru yang dibuat oleh para pemuda Indonesia, diantaranya adalah bahasa gaul. Bahasa Indonesia tidak menjadi bahasa kebanggaan lagi. Kadang, jika seorang pelajar sedang memepelajari bahasa Inggris, dan mereka tidak dapat mengerjakannya, pelajar itu akan mengatakan,”ngapain belajar bahasa Inggris, kan aku cinta bahasa Indonesia”. Tapi, pada saat mereka berbahasa dalam percakapan sehari-hari, mereka akan lebih mengunggulkan dan bangga dengan menggunakan bahasa asing. Mempelajari bahasa lain itu tidak buruk, bahkan memang harus, melihat di mana kondisi Indonesia yang belum dapat mandiri dalam mengolah bahan-bahan atau hasil alam. Tapi, kita tetap harus bangga dengan bahasa Indonesia. Kita tidak boleh lalu terpengaruh dengan bahasa lain. Misalnya, orang Indonesia yang tinggal sementara di luar negeri, setelah pulang mereka akan merubah cara berbahasa dan pola hidup mereka. Mereka kebanyakan lupa akan budaya Indonesia yang begitu agung. Mereka lebih bangga dengan budaya dan bangsa lain.
Banyak juga pemuda Indonesia yang tidak bangga dengan kebudayaan Indonesia yang sudah turun-temurun dilakukan oleh para penerus bangsa. Memang tidak semua budaya Indonesia tidak disukai. Misalnya, pemuda sekarang masih senang untuk “nabuh gamelan”. Mereka masih punya semangat untuk menyebarluaskan budaya kerawitan ke luar negeri. Hal itu disebabkan karena Kerawitan dianggap sebagai hal yang menarik.
Sebenarnya, dalam hal kurangnya nasionalisme, pemuda Indonesia tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Sebagai seorang pemuda Indonesia, saya juga terpengaruh dengan budaya-budaya luar tersebut. Menurut saya, orang tua jaman sekarang juga sudah mulai mengurangi pendidikan budi pekerti dan kebudayaan serta rasa cinta tanah air kepada anak-anak mereka. Hal tersebut juga didukung dengan adanya perkembangan-perkembangan kebudayaan Negara lain yang masuk dengan membawa sesuatu yang dapat menarik perhatian para pemuda sekarang. Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk tetap melestarikan budaya Indonesia, tapi tanpa dukungan dari semua pihak, hal tersebut akan sulit dilakukan.
Selain karena kurangnya dukungan orang tua, memudarnya rasa nasionalisme bangsa di dalam diri para pemuda Indonesia juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi yang pesat. Agar seorang pemuda dapat membentuk kepribadian yang baik, dengan tetap hidup di era globalisasi ini, diperlukan perlindungan batin yang kuat, diantaranya dengan memperkuat agama, pengawasan orang tua, penanaman rasa cinta tanah air, dan lain sebagainya. Di sekolah saya, sudah dipasang, sebuah slogan yang berbunyi, “Think Globally Consisten to Perform Nationally”. Maksud dari slogan tersebut adalah, walaupun kita mengikuti era globalisasi, tapi kita harus tetap menghargai budaya kita. Kita harus dapat memilah-milah mana yang dapat kita ambil manfaatnya dan mana yang harus kita jauhi. Dengan tekad dan semangat yang didasari oleh rasa cinta tanah air, dengan berpedoman pula dengan Sumpah Pemuda 1928, kita, selaku warga Indonesia, terutama sebagai pemuda Indonesia, kita harus dapat mengharumkan nama bangsa Indonesia dengan melakukan hal terbaik yang dapat kita lakukan. Belajar giat, cintai budaya, buatlah diri kita sebagai seorang pribadi yang sanggup bersaing di kancah internasional. Dengan begitu, Indonesia akan menjadi salah satu Negara yang akan dijadikan tempat mencari ilmu, sehingga orang-orang dari seluruh dunia akan berlomba-lomba menuju ke Indonesia untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
EmoticonEmoticon